Lematang adalah kelompok masyarakat asli di Sumatera Selatan yang berdiam di sepanjang aliran Sungai Lematang. Wilayah kediaman mereka dimulai dari kota Lahat yang termasuk Kabupaten Lahat hingga ke daerah Lematang Ilir Ogan Tengah yang termasuk dalam Kabupaten Muara Enim.
Secara umum orang Lematang, dan beberapa suku bangsa lain yang berdiam di daerah ini, sering disebut orang Lahat (Jeme Lahat). Tetapi setiap kelompok mengenal nama-nama sendiri, yang biasanya disesuaikan dengan nama daerah tempat tinggal mereka, misalnya orang Kikim, orang Lintang, dan sebagainya. Orang Lematang menggunakan bahasa Lematang, yang termasuk rumpun bahasa Melayu.
Jumlah orang Lematang kini tidak dapat diketahui secara pasti, karena di daerah ini mereka hidup berdampingan dengan suku bangsa lain. Sebagai gambaran, pada tahun 1988 penduduk Kabupaten Lahat berjumlah 611.523 jiwa. Tingkat pembauran antar suku bangsa di daerah ini cukup tinggi, karena kota Lahat merupakan daerah lintas antar Provinsi di Sumatera Selatan. Di Kabupaten Muara Enim, orang Lematang terutama bermukim di Kecamatan Muara Enim dan Kecamatan Gunung Magang. Pada tahun 1985 penduduk Kabupaten Muara Enim berjumlah 488.384 jiwa, penduduk Kecamatan Muara Enim berjumlah 39.966 jiwa, dan penduduk kecamatan Gunung Magang berjumlah 44.944 jiwa.
sejarah-suku-lematang
Desa-desa orang Lematang umumnya didirikan di sekitar sungai yang banyak terdapat di daerah ini. Pada masa lalu sungai biasanya dijadikan jalur transportasi antara desa yang satu dan lainnya. Sebuah desa dipimpin oleh seorang rie (kepala desa) yang dipilih langsung oleh warga desa. Selain mengawasi kehidupan warga desanya, seorang rie juga berfungsi sebagai kepala adat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan upacara-upacara dalam desa.
Golongan lain yang terlibat dalam pelaksanaan upacara adalah para pemuka adat (jurat tue). Sebelum upacara dilaksanakan, para warga dan rie selalu memohon ijin kepada jurat tue dengan tujuan agar upacara berjalan lancar.
Bertanam padi di sawah merupakan mata pencaharian yang sudah dikenal oleh masyarakat Lematang sejak beberapa generasi sebelumnya. Dalam mengerjakan tanah persawahan (badahe setue) dikenal kegiatan gotong royong di antara sesama warga desa. Sebelum menanam padi, para pemilik tanah persawahan biasanya mengadakan upacara sedekah rame. Upacara ini merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan orang Lematang, karena pelaksanaannya melibatkan hampir seluruh warga masyarakat. Sebelum upacara dilaksanakan terlebih dahulu diadakan pertemuan dengan jurat tue untuk meminta ijin. Upacara dipimpin oleh rie dan dilaksanakan oleh para pemilik sawah, pemuka masyarakat dan warga desa lainnya. Tujuan pelaksanaan upacara ini adalah meminta perlindungan dari Tuhan agar seluruh pekerjaan di sawah berjalan lancar dan hasil yang diperoleh memuaskan.
Sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar hutan masih menjalankan perladangan berpindah-pindah. Perladangan di daerah ini menghasilkan kopi, kayu manis, cengkeh, dan sebagainya. Selain menanam padi, mereka juga menanam jagung, ubi jalar, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayur-sayuran. Pekerjaan lainnya adalah beternak dan menangkap ikan di sungai. Di beberapa daerah, terutama di sekitar Sungai Lematang, penduduk juga bekerja di penambangan pasir dan batu koral.
Orang Lematang adalah pemeluk agama Islam. Walaupun demikian, sisa kepercayaan asli yang bersifat animisme masih terlihat dalam kehidupan masyarakat. Selain masih mengadakan berbagai upacara, mereka juga mempercayai adanya makhluk-makhluk gaib, misalnya roh nenek moyang pembuka areal persawahan, dan sebagainya. Tetapi dalam pelaksanaan upacaranya biasanya doa-doa yang dibacakan tercampur dengan doa-doa agama Islam.
Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa